Selama beberapa tahun, Mongabay dan para mitranya mendokumentasikan naik-turunnya sebuah rencana untuk membangun perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia di wilayah Papua, Indonesia, yang dikenal sebagai proyek Tanah Merah. Setelah 22 bulan investigasi, laporan berjudul The Secret Deal to Destroy Paradise (Ikhtisar Mongabay Indonesia) diterbitkan pada tahun 2018, mengungkap bahwa izin-izin yang memungkinkan terbitnya konsesi raksasa tersebut ditandatangani oleh seorang pejabat pemerintah yang kemudian dipenjara karena korupsi, serta dijual kepada perusahaan-perusahaan bayangan untuk menyembunyikan pemilik sebenarnya. Publikasi ini muncul setelah pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melakukan peninjauan hukum terhadap izin-izin konsesi yang sudah ada.
Dampak
Kasus ini kemudian menjadi tolok ukur bagi komitmen tersebut. Sumber-sumber dari pemerintahan menyampaikan kepada Mongabay bahwa mereka menekan perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam proyek Tanah Merah setelah laporan itu diterbitkan. Pada tahun 2019, artikel lanjutan mengungkap bahwa pejabat provinsi menuduh izin-izin tersebut dipalsukan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa dugaan pelanggaran hukum yang diangkat dalam laporan tersebut layak diselidiki. Sebagai hasil langsung dari tindak lanjut investigasi, auditor mencabut izin legalitas kayu sebuah pabrik penggergajian di Tanah Merah.
Namun, pada tahun 2021, kegiatan pembukaan lahan terus berlanjut dengan pelaku-pelaku baru, yakni sebuah keluarga di Indonesia yang memiliki koneksi politik dan didukung oleh seorang investor asal Selandia Baru, yang tidak terkait dengan izin-izin korup sebelumnya. Pada awal tahun 2022, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia mengumumkan pembatalan 192 izin pelepasan kawasan hutan, termasuk izin yang memungkinkan berjalannya proyek Tanah Merah. Keputusan ini berarti, secara teori, akhir dari proyek Tanah Merah.
